"sampaikanlah walau hanya satu ayat"

Selasa, 21 Juni 2011

Zuhud yang Menyesatkan


Para penyeru agama, sengaja ataupun tidak, seringkali menjadikan ummatnya tertipu oleh ajaran mereka tentang meraih kekayaan ruhani dengan hidup sengsara
Jauh sebelum manusia bisa memproduksi pesawat terbang, dalam legenda Persia kuno dikisahkan bahwa di antara raja-raja mereka ada memendam keinginan yang kuat untuk bisa menjelajahi angkasa, terbang setinggi-tingginya. Keinginan itu diutarakan kepada para pembantunya agar mereka dapat mencari jalan keluarnya.
Setelah bertahun-tahun memikirkannya, akhirnya ditemukan satu jalan yang sekiranya dapat merealisasi keinginan sang Raja. Mereka mengetahui bahwa burung rajawali merupakan burung yang sangat perkasa. Penduduk sering memergoki burung rajawali memangsa seekor ayam kemudian dibawa terbang setinggi-tingginya.
Akal mereka mulai bekerja. Menurut jalan pikirannya, jika sekiranya empat burung rajawali dikaitkan antara satu dengan lainnya, kemudian di tengahnya diberi satu tatakan yang kuat, tentu dapat menerbangkan sang raja. Ide yang orisinil ini segera mendapat persetujuan segenap penasehat raja.
Proyek imajiner ini segera dimulai dengan menangkap empat burung rajawali yang masih kecil untuk dipelihara dan diberi latihan secukupnya. Setelah burung-burung tersebut menginjak dewasa dan menjadi perkasa, maka segera dibuatkan tenda persegi empat yang tiang-tiangnya diikatkan secara kuat ke masing-masing burung. Di tengahnya dibuatkan tempat yang aman dan nyaman untuk sang raja. Di bagian atasnya diletakkan onggokan daging yang segar dan menggiurkan.
Pelepasan "pesawat terbang" itu disaksikan oleh ribuan rakyatnya. Dengan lambaian tangan ribuan rakyatnya, burung-burung itupun mulai terbang membawa sang Raja. Setelah berputar putar sekian lama, burung-burung itupun mulai merasa lapar. Dilihatnya onggokan daging di atasnya, keempat burung itu serentak mengerahkan tenaganya untuk meraihnya. Semakin kuat keinginan mereka untuk meraih daging segar, lezat, dan menggiurkan itu, semakin kuatkan tenaga penggeraknya, berarti semakin tinggilah mereka terbang bersama sang raja. Sayang, daging segar itu tak bisa diraihnya sama sekali, karena ditempatkan disati tempat yang tak mungkin terjangkau oleh mereka.
Semakin lapar, semakin bernafsu mereka untuk menggapainya, sampai akhirnya mereka kehabisan tenaga. Seluruh tenaganya telah terkuras habis, kepayahan diraskan ke seluruh anggota tubuh. Mereka mengalami kepayahan yang amat sangat. Keinginan mereka untuk beristirahat tak mungkin bisa dilakukan di ketinggian angkasa, sementara perut melilit tak tertahankan. Akhirnya burung-burung itu meluncur ke bumi, jatuh terpuruk bersama sang Raja. Mereka hancur berantakan bersama mimpi-mimpinya.
Apa yang bisa kita petik dari tamsil kisah ini? Banyak orang yang tergilincir jatuh karena mimpi-mimpinya. Mereka mengangankan sesuatu yang tak bakal digapai kecuali dalam alam khayalnya.
Para penyeru agama, sengaja ataupun tidak seringkali menjadikan ummatnya seperti burung-burung rajawali yang tertipu seperti dalam kisah di atas. Mereka memanipulasi ajaran zuhud bagai onggokan daging yang merangsang dan menggiurkan. Dengan alasan untuk meningkatkan kehidupan ruhaninya, mereka diajak terbang tinggi dan tinggi sekali. Untuk itu semua, mereka menyiksa diri dengan membiarkan perutnya kelaparan tanpa isi.
Islam adalah agama yang rasional, ia tidak saja memberikan bimbingan tapi sekaligus memelihara fitrah manusia. Bahwa manusia bukanlah binatang, tapi juga bukan malaikat. Manusia tetaplah manusia dengan segenap kelebihan dan kekurangannya. Bahkan adanya kekurangan manusia itu menunjukkan kesempurnaannya.
Bisa jadi "onggokan daging" itu berupa paham bahwa guru sufi atau mursyid adalah bayangan Allah di muka bumi, yang karenanya segala titah dan perintahnya adalah juga titah dan perintah Tuhan. Kepadanya para murid menyerahkan nasib baik buruknya. Penyerahan diri kepada sang Guru ruhani atau pemimpin spiritualnya tak ubahnya seperti mayat yang diam saja ketika dimandikan, dikafani, dan diusung dengan keranda ke liang kubur.
Bisa jadi "onggokan daging" itu berupa paham agama bahwa Tuhan telah membagi-bagikan rizki kepada manusia dalam kadar yang telah ditentukan-Nya, yang karenanya barangsiapa yang mencari rizki melebihi kadar yang telah ditentukan untuknya berarti ia telah mengingkari taqdir-Nya. Allah tentu murka kepadanya.
"Onggokan daging" itu bisa berupa paham bahwa dunia ini tak lebih dari bangkai busuk yang tak pantas bila dikaitkan dengan nilai-nilai kemanusiaan yang mat tinggi dan mulia. Terlalu rendah bagi manusia yang berusaha dan bekerja untuk mendapatkannya.
Dalam kaitan ini Rasulullah Saw mengingatkan kita semua:
"Janganlah kalian mencaci maki dunia. Dia adalah sebaik-baik kendaraan bagi seorang mukmin . Dengannya kamu dapat meraih kebaikan dan dapat selamat dari kejahatan." (HR ad-Dailami)
Untuk mencapai kelezatan iman, manusia tidak perlu meninggalkan kehidupan dunianya, menempuh cara hidup yang diciptakannya sendiri dalam suasana yang tidak alami. Memencilkan diri dari kehidupan ramai, menolak total aneka warna kehidupan untuk mencapai tingkat hakekat adalah kehidupan zuhud yang ekstrim. Pola kehidupan seperti ini tak ubahnya seperti burung rajawali yang ingin menggapai onggokan daging yang tak bakal diperolehnya, selama-lamanya.
Terhadap pola hidup seperti ini, Allah Swt secara tegas mematahkan argumentasi mereka dengan firman-Nya:
"Katakanlah: 'Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rizqi yang baik?' Katakanlah: 'Semua itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat'. Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui. (al-A'raaf: 32)
Dalam konsep Islam, kehidupan dunia ini bukanlah untuk diludahi karena kehidupan dunia bukanlah menjijikkan, bukan najis dan kotor. Sebaliknya, kehidupan dunia adalah kudus, yang karenanya perlu disucikan dengan produktivitas dan karya-karya besar. Kreativitas itu terus dikembangkan sehingga menjadi lebih semarak, indah, dan makmur. Itulah tugas kekhalifahan manusia di muka bumi.
Agama Islam diturunkan bukan untuk memberkati lapar dan putus asa. Islam didatangkan di permukaan bumi sebagai landasan bagi manusia agar berusaha sekuat daya dan kemampuannya, tidak mudah lelah dan putus asa, berusaha, berkarya, dan menikmati kehidupan dunia yang lebih baik.
Dengan Islam hendaknya kaum Muslimin bangkit dari keterpurukannya, berangkat menuju kehidupan, berusaha dengan sungguh-sungguh, berjuang dengan terus menerus untuk mendapatkan segala yang terbaik di dunia ini. Dunia ini bukan disiapkan untuk orang-orang kafir saja, tapi terutama adalah untuk hamba-hamba-Nya yang shalih.
"Dan sungguh telah Kami tulis di dalam Zabur sesudah Kami tulis dalam Lauh Mahfuhz, bahwasanya bumi ini dipusakai hamba-hamba-Ku yang shaleh." (al-Anbiyaa: 105)
Jika bumi ini diperuntukkan bagi hamba-hamba yang shalih, mengapa kita yang seringkali mengaku kaum yang shalih tidak tergerak untuk mendapatkannya? Mengapa kita puas ketika menerima sisa-sisa dari mereka? Ketika yang baik-baik dari kehidupan dunia ini diambil oleh mereka, kita hanya menonton sambil mengelus dada. Sampai kapan kita bisa lepas dari belenggu ajaran sesat yang menjadikan ummat bagai rajawali-rajawali yang menggapai-gapai onggokan daging yang kemudian jatuh terkulai? (Abu Nafis)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar